Model Pembelajaran VAK

Model Pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK)

 

MODEL PEMBELAJARAN VISUAL AUDITORI KINESTETIK (VAK)

  1. Pengertian Model Pembelajaran Visual Auditori Kinestetik(VAK)

            Menurut Rose Colin dan Nicholl (2002:130) sebuah penelitian ekstensi, khususnya di Amerika Serikat, yang dilakukan oleh Profesor Ken dan Rita Dunn dari Universitas St. John, di Jamaica, New York, dan para pakar pemrograman Neuro-Linguistik seperti, Richard Bandler, John Grinder, dan Michael Grinder, telah mengidentifikasi tiga gaya belajar dan komunikasi yakni sebagai berikut.

1).  Gaya visual (belajar dengan cara melihat)

Belajar harus menggunakan indra mata melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. Seorang siswa lebih suka melihat gambar atau diagram, suka pertunjukan, peragaan atau menyaksikan video. Bagi siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/penglihatan (visual). Dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan guru sebaiknya lebih banyak dititik beratkan pada peragaan/media, ajak siswa ke objek-objek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis.

Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar visual misalnya lirikan mata ke atas bila berbicara dan berbicara dengan cepat. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Siswa cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Siswa berpikir menggunakan gambar-gambar di otak dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

2).  Gaya auditori (belajar dengan cara mendengar)

          Belajar haruslah mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, mengemukakan pendapat, gagasan, menanggapi dan beragumentasi. Seorang siswa lebih suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal. Alat rekam sangat membantu pembelajaran pelajar tipe auditori. Dr. Wenger (dalam Rose Colin dan Nicholl, (2002:143) merekomendasikan setelah membaca sesuatu yang baru, deskripsikan dan ucapkan apa yang sudah dibaca tadi sambil menutup mata dengan suara lantang. Alasannya setelah dibaca, divisualisasikan (ketika mengingat dengan mata tertutup) dan dideskripsikan dengan lantang, maka secara otomatis telah belajar dan menyimpannya dalam multi-sensori.

Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar auditori misalnya lirikan mata ke arah kiri/kanan, mendatar bila berbicara dan sedang-sedang saja. Untuk itu, guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Anak auditori mencerna makna yang disampaikan melalui tone, suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori. Anak-anak seperti ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

3).  Gaya Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)

          Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung. Seorang siswa lebih suka menangani, bergerak, menyentuh dan merasakan/mengalami sendiri, gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik). Bagi siswa kinestetik belajar itu haruslah mengalami dan melakukan. Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar kinestetik misalnya lirikan mata ke bawah bila berbicara dan berbicara lebih lambat. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan.

Model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga gaya belajar tersebut, dengan kata lain manfaatkanlah potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih dan mengembangkannya. Dalam beberapa hal, seseorang memanfaatkan ketiga gaya tersebut. Kebanyakan orang menunjukkan kelebihsukaan dan kecenderungan pada satu gaya belajar tertentu dibandingkan dua gaya lainnya. Rose Colin dan Nicholl (2002:131) menyatakan tentang suatu studi yang dilakukan terhadap lebih dari 5.000 siswa di Amerika Serikat, Hongkong, dan Jepang, kelas 5 hingga 12, menunjukkan kecenderungan belajar Visual 29 %, Auditori 34 %, Kinestetik 37 %.

Namun pada saat mereka mencapai usia dewasa, kelebihsukaan pada gaya belajar visual ternyata lebih mendominasi, menurut Lynn O’Brien, direktur Studi Diagnostik Spesifikasi Rockville, Maryland, (dalam Rose Colin dan Nicholl, 2002:131) yang melakukan studi tersebut. Menurut pakar neurolinguistik Michael Grinder, penulis buku Righting the Educational Canveyor Belt (dalam Rose Colin dan Nicholl, 2002:132) dalam sekelompok yang terdiri 30 siswa, ternyata 20 orang mempunyai cukup kecenderungan Visual, Auditori, dan Kinestetik sehingga mereka mampu belajar tidak peduli bagaimana subjek itu disampaikan, yang lainnya sekitar 20% dari kelompok itu begitu menyukai satu gaya belajar saja sehingga mereka mempunyai kesulitan besar untuk belajar sesuatu jika disampaikan tidak dengan gaya yang mereka sukai. Grinder (dalam Rose Colin dan Nicholl, 2002:132) menyebutkan mereka sebagai HV (Hanya Visual), HS (Hanya Auditori), HK (Hanya Kinestetik). Kombinasi dari ketiga gaya belajar tersebut di dalam proses pembelajaran matematika contohnya.

  1. Membaca LKS dan memperhatikan guru dalam penyampaian konsep (sudah melihatnya).
  2. Menyusun pertanyaan dan merekam jawaban dari teman yang melakukan presentasi (sudah mendengarnya).
  3. Menulis dan mencatat butir-butir penting hasil presentasi yang disampaikan teman (sudah menanganinya secara fisik).

Kegiatan pembelajarannya merupakan kombinasi dari ketiga kebiasaan belajar anak tersebut. Model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah strategi pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan alat indra yang dimiliki siswa (Icha:2011). Menurut Nurhasanah (2010) pembelajaran dengan model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah suatu pembelajaran yang memanfaatkan gaya belajar setiap individu dengan tujuan agar semua kebiasaan belajar siswa akan terpenuhi. Jadi dapat disimpulkan Model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah model pembelajaran yang mengkombinasikan ketiga gaya belajar (melihat, mendengar, dan bergerak) setiap individu dengan cara memanfaatkan potensi yang telah dimiliki dengan melatih dan mengembangkannya, agar semua kebiasaan belajar siswa terpenuhi.

  1. Langkah-langkah Model Pembelajaran VAK

Model Pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) terdiri dari dua tahap utama (sintaks). Kedua masing-masing tahapan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1  Sintaks Model Pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) dalam Pembelajaran Matematika.

 

No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
A Persiapan Guru mempersiapkan materi mengenai menghitung luas dan keliling persegi dan persegi panjang dengan satuan tak baku dan baku; bahan, alat dan perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran. Siswa mempersiapkan bahan dan perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran (kinestetik)
Guru melakukan tes awal tentang materi menghitung luas dan keliling persegi dan persegi panjang dengan satuan tak baku dan baku untuk menentukan skor dasar siswa. Siswa mengerjakan tes awal tentang materi menghitung luas dan keliling persegi dan persegi panjang  dengan satuan tak baku dan baku yang diberikan guru (kinestetik).
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang yang heterogen. Siswa membentuk kelompok belajar yang terdiri dari 4-5 orang yang heterogen (kinestetik).
B Presentasi Kelas

(1) Pendahuluan

 

Guru melakukan apersepsi, yaitu dengan memunculkan rasa ingin tahu siswa dengan menggunakan media gambar bangun persegi dan persegi panjang, sehingga membantu siswa dalam berimajinasi dalam kehidupan sehari-hari.

 

Siswa mengamati gambar bangun persegi dan persegi panjang, kemudian menggambar kembali gambar persegi dan persegi panjang tersebut pada buku catatan. (visual dan kinestetik).

 

 

 

 

 

    (2) Pengembangan

 

 

 

 

Guru memotivasi siswa dalam mempelajari konsep tentang luas dan keliling persegi dan persegi panjang  dengan satuan tak baku dan baku. Siswa mendengarkan dan menyimak motivasi yang diberikan guru tentang konsep luas dan keliling persegi dan persegi panjang dengan satuan tak baku dan baku (visual dan auditori).
Guru menyampaikan tujuan mempelajari konsep tentang luas dan keliling persegi dan persegi panjang  dengan satuan tak baku dan baku yang ingin dicapai dalam pembelajaran.

 

 

 

Guru menyampaikan konsep mengenai rumus luas dan keliling persegi dan persegi panjang dengan satuan tak baku dan baku.

Siswa mengamati dan menyimak tujuan mempelajari konsep tentang luas dan keliling persegi dan persegi panjang  dengan satuan tak baku dan baku yang hendak dicapai dalam pembelajaran (visual, auditori)

 

Siswa menyimak konsep yang disampaikan oleh guru kemudian membuat catatan penting mengenai konsep rumus luas dan keliling persegi dan persegi panjang dengan satuan tak baku dan baku pada buku catatan (audio, kinestetik)

Guru memeriksa pemahaman siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai luas dan keliling persegi dan persegi panjang dengan satuan tak baku dan baku. Siswa mendengarkan pertanyaan-pertanyaan dari guru mengenai luas dan keliling persegi dan persegi panjang dengan satuan tak baku dan baku kemudian menanggapinya (auditori).
Guru melanjutkan materi jika siswa telah memahami konsep mengenai luas dan keliling persegi dan persegi panjang dengan satuan tak baku dan baku. Siswa menyusun pertanyaan-pertanyaan bila ada konsep yang belum dimengerti, kemudian menanyakannya kepada guru (kinestetik).
(3)Mengerjakan Tes/ Soal Guru meminta siswa mengerjakan soal-soal atas pertanyaan yang diajukan tentang luas dan keliling persegi dan persegi panjang. Perwakilan dari kelompok menyelesaikan soal tentang luas dan keliling persegi dan persegi panjang dengan bantuan arahan dari guru (auditori dan kinestetik).
(4)   Kegiatan Kelompok Membahas Hasil Presentasi Guru memberikan lembar soal (LKS) dan lembar jawaban kepada siswa tentang luas dan keliling persegi dan persegi panjang dengan satuan tak baku dan baku untuk melatih keterampilan yang diajarkan dan untuk menguji kemampuan atau dirinya sendiri selama belajar kelompok. Siswa melakukan diskusi verbal terkait dengan soal-soal luas dan keliling persegi dan persegi panjang, serta mengerjakkan soal-soal yang ada pada LKS (auditori dan kinestetik).
Guru memberikan kesempatan kepada perwakilan masing-masing kelompok untuk menyampaikan hasil diskusinya. Salah seorang siswa perwakilan dari masing-masing kelompok membaca dengan keras dan mempresentasikan hasil diskusinya (visual dan kinestetik).
Guru memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil diskusi yang disampaikan. Siswa dari kelompok lain mendengarkan, mengemukakan pendapat, memberikan gagasan dan menanggapi presentasi dari kelompok lain tentang keliling persegi panjang  (visual, auditori dan kinestetik)
(5)   Pelaksanaan Tes/ Kuis Guru membagikan tes akhir kepada siswa, untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan belajar yang dicapai siswa, siswa diberikan nilai. Siswa menjawab tes akhir secara individu, menerima penilaian individu dan kelompok (kinestetik).

 

 

  1. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran VAK

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan, tidak terkecuali model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) juga memiliki kelebihan dan kelemahan diantaranya sebagai berikut.

1).        Kelebihan Model Pembelajaran VAK

Kelebihan model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) adalah sebagai berikut.

  1. Pembelajaran akan lebih efektif, karena mengkombinasikan ketiga gaya belajar.
  2. Mampu melatih dan mengembangkan potensi siswa yang telah dimiliki oleh pribadi masing-masing.
  3. Memberikan pengalaman langsung kepada siswa.
  4. Mampu melibatkan siswa secara maksimal dalam menemukan dan memahami suatu konsep melalui kegiatan fisik seperti demonstrasi, percobaan, observasi, dan diskusi aktif.
  5. Mampu menjangkau setiap gaya pembelajaran siswa.
  6. Siswa yang memiliki kemampuan bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar karena model ini mampu melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.

2).        Kelemahan Model Pembelajaran VAK

Kelemahan dari model pembelajaran Visual Auditori Kinestetik (VAK) yaitu tidak banyak orang mampu mengkombinasikan ketiga gaya belajar tersebut. Sehingga orang yang hanya mampu menggunakan satu gaya belajar, hanya akan mampu menangkap materi jika menggunakan metode yang lebih memfokuskan kepada salah satu gaya belajar yang didominasi.

 

 

Sumber : Blog JangHyunita

https://janghyunita.blogspot.com/2012/10/model-pembelajaran-visual-auditori.html

KUSNARDI, M. Pd.

3 thoughts on “Model Pembelajaran VAK”

  1. Retno winanti

    Metode ini saya rasa cukup bagus dan efektif untuk diterapkan kepada siswa. Saya akan selalu mendukung setiap program dari sekolah,agar kegiatan KBM berjalan lancar.

  2. Kalila Kynthia Putri

    Gaya Kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)
    #Gaya ini bisa membuat anak2 lebih aktif dalam mengikuti Pembelajaran#

  3. Saya sbg orang tua anak, bisa menerima pembelajaran sistem VAK, dan mungkin bisa lebih ditambahkan sistem lain untuk memperlancar menerima pembelajaran.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top